Minggu, 01 Juli 2018

Pecak jantung, kuliner jadul pengobat kenangan

Saya selalu ingat, masakan paling kurang saya sukai dari almarhumah Ibu adalah pecak jantung pisang. Dahulu saat kanak-kanak, makanan kesukaan masa kanak-kanak nggak lain adalah telur ayam goreng, sate atau bakso. 

Mungkin hal lumrah ketika anak-anak menyukai makanan-makanan yang tersebut di atas. Pun demikian saat saya sekarang menjadi orang tua. Anak-anak saya juga menyukai makanan-makanan seperti telur ayam goreng, sate, ayam goreng tepung atau bakso.

Yang membedakan adalah frekuensinya! Jika dahulu buat saya adalah barang mewah saat bisa menyantap bakso, sate atau ayam goreng. Berbeda dengan jaman anak-anak sekarang, mereka bisa dengan mudah setiap waktu menikmati ayam goreng, telur, sate, daging, bakso dan makanan enak lainnya.

Jantung pisang adalah bahan yang termasuk mudah diperoleh pada masa kanak-kanak saya. Tanah-tanah kosong sering kali dimanfaatkan ditanami pepohonan pisang dan sayuran lainnya. Ibu biasa memanfaatkan apa yang ada untuk dimasak dan digunakan sebagai lauk makan keluarga.

Termasuk jantung pisang, biasanya dibuat sayur lodeh atau pecak jantung. 

Jenis jantung pisang yang sering dimasak adalah jantung pisang dari pohon pisang biji atau pisang batu. Pohon pisang jenis ini meskipun buahnya tidak bisa dimakan, tapi bunga bakal buah pisangnya enak jika dimasak. Demikian halnya dengan daun pohon pisang batu atau pisang biji, daunnya menjadi buruan untuk digunakan pembungkus makanan.

Resto Mercusi

Saya sering melakukan perjalanan dari Cilacap ke Purwokerto. Meskipun ada beberapa alternatif jalan yang bisa saya lalui, tapi jalur favorit yang sering saya tempuh adalah melalui bendung gerak Serayu. Tepatnya melalui Rawalo.

Sejuk dan asri, suasana di Resto Mercusi
Nah di Rawalo ini, ada sebuah resto bernama Mercusi. Terletak di tengah hutan pinus, di kiri jalan jika kita menempuh perjalanan dari Cilacap menuju Purwokerto. Beberapa teman bercerita kalau Resto Mercusi menu pecak jantungnya enak.

Jadilah rabu lalu, saat melintas menuju Purwokerto. Kebetulan juga waktu sudah mengisyaratkan waktunya makan siang. Saya menyempatkan singgah dan memesan seporsi pecak jantung.

Melihat daftar menu di resto Mercusi,  ada beberapa paket menu yang ditawarkan. Tapi paket-paket menu makanan yang ditawarkan tidak ada yang menggunakan pecak jantung pisang. 

Jadilah saya memesan makanan pisahan berupa nasi putih, ikan peda goreng, pecak jantung yang saya idamkan dan segelas teh panas. Disini seporsi nasi putih dibanderol Rp 3.500,- , ikan peda goreng Rp 6.000,- dan pecak jantung Rp 10.000,-

Masih cukup wajar, untuk harga di sebuah resto di Purwokerto!

Bangunan utama resto Mercusi berupa sebuah bangunan besar berbentuk Joglo, kemudian ada beberapa saung-saung kecil yang menyebar di lingkungan resto Mercusi di bawah rimbunnya pepohonan pinus. Saya memilih tempat untuk makan ke sebuah saung di dekat kolam ikan.

Pesanan datang

Setelah menunggu sekitar kurang lebih lima belas menit. Pesanan saya pun siap disantap di atas meja. Nasi putih, ikan peda goreng, teh panas dan pecak jantungnya.
Terlihat kurang menarik, apalagi Instagramable, tapi enak
Karena niat awal adalah pecak jantung, jadi pecak jantunglah yang pertama saya cicip. Mengambilnya dengan ujung sendok, kemudian menyuapkannya ke dalam mulut. Hal pertama saat seujung sendok pecak jantung singgah di lidah adalah “masa lalu, masa kanak-kanak”.

Saya merasakan masa lalu, rasa manis, gurih dan bau kencur. Saya merasakan pecak jantung dengan rasa yang masih asli, rasa jadul.

Segera nasi, ikan peda goreng dan pecak jantung saya santap bersama-sama. Paduan manis gurih dan aroma kencur dari pecak jantung rasanya semakin afdol ketika disandingkan dengan asinnya ikan peda goreng.

Sayang sekali, ikan peda gorengnya hanya seekor! 

Hanya butuh beberapa menit saja, seporsi nasi pun amblas saya santap bersama lauk pauk jadul tersebut.

12 komentar:

  1. Aku suka banget ini mas. Dulu waktu emak masih sehat sering bikin ini :-)
    Wah kayakne asyik kulineran jadul gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas, sesekali menikmati kuliner jadul. Kembali mengenang dan mengingat masa lalu. Semoga kuliner lama masih tetap ada yang mempertahankan!

      Hapus
  2. Salah satu makanan yang tidak saya sukai karena lidah saya dasarnya pilih-pilih makanan.

    Tapi sepertinya enak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau menurut saya enak dan unik, tapi semuanya tetap kembali ke selera masing-masing. hehehe

      Hapus
  3. Lokasi restonya itu di belakangnya pepohonan? Ga nemu kalo lewat cilacap-purwokerto. kelihatan seperti didalam pelosok. Suasananya bener-bener bisa istirahat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas, kalau pas konsen nyetir pasti nggak liat ada resto di tepi jalan.

      Hapus
  4. Wah, saya belum pernah nih mencoba masakan pecak jantung pisang. Di sini enggak ada hehehe. Jadi penasaran deh.

    Mana restonya asri dan sejuk begitu terlihat dari gambar dan keterangan yang mas tulis. Semoga kelak bisa ke sana

    BalasHapus
  5. Setau saya resepnya sederhana, dan resep pecak ini bisa diadaptasikan pada ikan mujaher, lele atau kangkung pun juga bisa Mba..

    BalasHapus
  6. Jantung pisang ini memang luar biasa, dipecak maupun di tumis sama enaknya.
    Hanya kalau di Jakarta, mesti cari warung Betawi asli yang di gang-gang untuk bisa menemukannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi di Betawi pun ada juga ya makanan yang diolah dari bunga bakal pisang ini ya Mas?

      Hapus
  7. kalau ibuku dulu sering masak jantung disantan, nah kalau pecak jantung sering kutemui di kudus malahan. Murah meriah tapi enak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pake santan juga enak Mba, jantung pisang dicacah kemudian dimasak dalam santan. Mirip sayur santan nangka gitu.

      Hapus